Senin, 18 Desember 2017

Satu Abad Tragedi Kemanusiaan Palestina: Dari Balfour ke Trump

Deklarasi Trump yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, 6 Desember 2017 lalu mengingatkan kita pada Deklarasi Balfour 2 November 1917, persis satu abad lalu. Pilihan waktu ini jelas sangat historis. Satu abad rasanya cukup untuk menuntaskan mimpi negara Israel.

Ide negara Israel dideklarasikan secara resmi oleh Arthur Balfour, Menteri Luar Negeri Inggris, melalui surat yang ia kirim kepada konglomerat sekaligus Ketua Komunitas Yahudi Inggris, Rothchild. Dalam surat yang berisi dukungan penuh terhadap aspirasi Zionis itu, Balfour antara lain mengatakan, "His Majesty's government view with favour the establishment in Palestine of a national home for the Jewish people, and will use the best endeavours to facilitate the achievement of this object…" 

Deklarasi itu dilakukan di tengah kecamuk Perang Dunia Pertama yang berlansung dari 28 Juli 1914 hingga 11 November 1918, di mana Inggris, Prancis, dan Rusia (Allies) berhadapan dengan Jerman, Austro-Hungaria (Central Power). Dengan meluasnya medan tempur, Italia, Jepang, dan Amerika Serikat akhirnya ikut bergabung dengan Sekutu, sementara Ottoman dan Bulgaria bergabung dengan Central Power. Seperti yang kita ketahui, perang itu akhirnya dimenangkan oleh Sekutu. Tapi karena Tsar Rusia terjungkal dalam Revolusi Bolshevik yang berlangsung dari 8 Maret 1917 hingga 7 November 1917, praktis Inggris dan Prancis yang kemudian muncul sebagai kekuatan baru dunia. 

Dan perang selalu begitu dalam sejarah, selalu menjadi alat paling efektif untuk mengubah peta dan jalannya sejarah secara keseluruhan. Setidaknya ada 4 imperium yang lenyap dari peta dunia setelah Perang Dunia Pertama itu, Imperium Jerman, Imperium Austro-Hungaria, Imperium Tsar Rusia, dan Imperium Ottoman. Dan, tentu saja peta baru dibuat oleh sang pemenang. Dan, itulah awal dari semua perubahan peta geopolitik di Dunia Islam. Pada 1916, atau di pertengahan Perang Dunia Pertama itu, dilatari oleh keyakinan bahwa Sekutu akan mengalahkan Imperium Ottoman, secara diam-diam Inggris dan Prancis membuat perjanjian yang juga disetujui Rusia untuk membagi-bagi wilayah kekuasaan Ottoman sebagai rampasan perang. Perjanjian ini secara resmi disebut Asia Minor Agreement tapi kemudian lebih popular dengan nama Sykes-Picot Agreement, merujuk kepada nama diplomat Inggris, Mark Sykes, dan diplomat Prancis, Francois Georges-Picot. 

Jatah Inggris adalah seluruh jalur pantai yang terbentang antara laut Mediterania dan Sungai Jordan, wilayah selatan Irak plus beberapa wilayah kecil lainnya, termasuk pelabuhan Haifa sebagai akses ke Mediterania. Sementara Prancis mengambil jatah di wilayah Tenggara Turki, wilayah Utara Irak, Syria dan Lebanon. Sementara Rusia mengambil Istanbul, Selat Bosphorus, dan Armenia. Dalam perjanjian itu ada beberapa wilayah yang masuk dalam apa yang disebut sebagai "brown area" termasuk Yerusalem, yang akan dikelola oleh administrasi internasional setelah dikonsultasikan ke Rusia dan Syarif Husein sebagai gubernur Hejaz (Mekkah, Medinah, dan Jeddah). 

Tapi, kemudian brown area itu sepenuhnya diserahkan ke tangan Inggris pada 1920, yang kemudian dikelola dalam apa yang disebut sebagai Mandatory Palestine dari 1923 sampai 1948 saat negara Israel berdiri. Rusia sendiri sejak awal tidak dominan dalam perjanjian itu, apalagi setelah kaum Bolshevik membongkar perjanjian itu di media-media Rusia 23 November 1917, yang tentu saja mempermalukan Inggris, membuat murka Ottoman dan mengecewakan raja-raja Arab yang telah mengkhianati Ottoman.

Tapi yang pasti "Peta Sykes-Picot" itu telah membelah Imperium Ottoman secara sangat efektif dan cepat. Seluruh wilayah Arab Non Jazirah terlepas dari kekuasaan Ottoman. Kelak seluruh kawasan itu berubah menjadi pecahan negara-bangsa (nation-state) yang merdeka, sementara kabilah-kabilah Arab di kawasan Jazirah kemudian menyusul menjadi negara merdeka berbasis kekabilahan (tribe-state). Batas-batas antar negara di kawasan itu ditentukan oleh Inggris dan Prancis di wilayah kekuasaan masing-masing. Tapi semuanya lepas dari kekuasaan Ottoman. Itu sebabnya runtuhnya Imperium Ottoman tinggal masalah waktu. Dan itulah yang kemudian terjadi pada 1924.

Jadi landscape geopolitik baru seluruh wilayah Ottoman dibuat dalam Peta Sykes-Picot pada 1916, sementara proses awal pendirian Negara Israel digarap setelah Deklarasi Balfour 1917. Kekalahan Ottoman dalam Perang Dunia Pertama akhir 1918, disusul keruntuhannya pada 1924 membuat ide Negara Israel makin mendekati kenyataan. Balfour sendiri bukan penggagas negara Israel. Tapi, Deklarasi Balfour adalah komitmen Inggris untuk membantu komunitas Yahudi Zionis mendirikan Negara Israel yang akan mewadahi seluruh orang Yahudi dari berbagai belahan dunia.

Ide mendirikan sebuah negara mandiri bagi orang Yahudi adalah ide Organisasi Zionis yang didirikan oleh seorang jurnalis Yahudi asal Austro-Hungaria, Theodor Herzl (1860-1904). Ide ini merupakan respons terhadap ancaman eksistensial yang dihadapi kaum Yahudi di Eropa bersamaan dengan bangkitnya gerakan-gerakan Nasionalis Radikal, yang menjadikan Anti-Semitisme sebagai salah satu inti ideologinya. 

Nasionalisme Radikal yang berkecambah di paruh kedua abad ke-19 itulah yang menjadi akar munculnya berbagai konflik di Eropa, yang puncaknya adalah Perang Dunia Pertama dan Kedua, dan berbagai gerakan Anti-Semitisme seperti pada Dreyfus Affair di Paris yang kemudian membelah Prancis dari 1894 hingga 1906, dan munculnya pemimpin Anti-Semit di Vienna, Karl Lueger pada 1895, hingga kasus pembantaian (holocaust) Kaum Yahudi, yang puncaknya pada era Hitler (1933-1945). Dalam manifestonya, Hitler bahkan menganggap ideologi Kapitalisme sebagai bagian dari konspirasi Yahudi. Walaupun secara keamanan kaum Yahudi di Eropa mengalami ancaman eksistensial, tapi fenomena itu juga dapat dibaca secara sosiologis sebagai kegagalan asimilasi sosial kaum Yahudi dengan masyarakat Kristen Eropa. 

Awalnya Kaum Zionis punya 4 pilihan negara tempat mereka menampung Kaum Yahudi dari berbagai belahan dunia; Palestina, Argentina, Uganda, dan Mozambik. Tapi kemudian mereka memilih Palestina karena justifikasinya secara keagamaan lebih mudah dilakukan. Dan, itu juga sekaligus memudahkan proses mobilisasi global Kaum Yahudi untuk berimigrasi ke Palestina sebagai tanah yang dijanjikan. Termasuk di antaranya memobilisasi para donatur untuk membiayai mobilisasi imigrasi besar-besaran itu. Kelak kita mengetahui bahwa salah satu donatur utama mobilisasi imigrasi itu adalah keluarga Rothchild, pemilik jaringan perbankan terbesar di dunia.

Jika hari ini kita menyaksikan migrasi besar-besaran para korban konflik dari Timur Tengah dan Afrika ke Eropa, pemandangan itu pula yang terjadi bagi Kaum Yahudi dari Eropa dan Rusia ke Palestina sejak 1882 hingga 1948. Dalam kurun waktu hampir 70 tahun itu, 521.000 orang Yahudi telah berimigrasi ke Palestina dalam 6 gelombang migrasi, yang terbesar di antaranya adalah migrasi sepanjang 1932 hingga 1939, yaitu sebanyak 225.000 orang, dan antara 1940 hingga 1948, yaitu sebesar 118.000 orang. Dua gelombang migrasi besar ini terjadi persis di era Hitler. Sementara 2 gelombang migrasi terjadi sebelum Perang Dunia Pertama dan Deklarasi Balfour, yaitu sebanyak 25.000 orang antara 1882 hingga 1903, dan 40.000 orang antara 1904 hingga 1914.

Jika perang adalah alat paling efektif untuk mengubah peta geografi dan politik, maka migrasi adalah alat paling efektif untuk mengubah komposisi demografi dalam sebuah wilayah. Akibat migrasi itu, warga Yahudi di Palestina berkembang dari 3% dari total 460.000 orang pada 1882 menjadi 31,5% dari total 2.065.000 penduduk Palestina pada 1948, dan menguasai sekitar 78% lahan. 

Begitulah cerita Negara Israel dimulai; warga Yahudi sudah memenuhi wilayah Palestina sebelum Negara Israel berdiri pada 1948. Pada mulanya adalah konflik penguasaan lahan yang tidak disadari oleh warga Palestina hingga Intifada Pertama pada 1921, Demonstrasi Besar Al Quds pada 1933, dan Syahidnya Izzuddin Al Qassam pada 1935, Revolusi Palestina antara 1936 hingga 1939. Di bawah pendudukan Inggris dan operasi militer milisia Zionis semua perlawanan itu gagal. Puncaknya adalah perang pada 1948 di mana gabungan Pasukan Pembebasan Arab di bawah Liga Arab takluk. Negara Israel langsung dideklarasikan pada 1948 itu juga, dan segera diakui sebagai anggota PBB pada 1949. 

Resolusi PBB nomor 181/1947 sebelumnya, yang tertuang dalam apa yang disebut Palestine Partition Plan, telah membagi Palestina ke dalam 3 zona. Satu zona dikuasai pemerintahan Israel, satu zona dikuasai pemerintahan Palestina, dan satu lagi merupakan zona bersama, yaitu Al Quds atau Yerusalem. Setelah perang 1948, Israel menguasai wilayah Barat Al Quds, sementara wilayah Timur dikuasai Jordania. Tapi wilayah Timur Al Quds itu kemudian dicaplok lagi oleh Israel pada 1967.

Bagi kaum Yahudi Zionis, 70 tahun waktu yang terbentang antara 1947 hingga 2017 adalah penundaan mimpi Israel Raya akibat kepengecutan para pemimpin Amerika Serikat dan Eropa. Itu adalah kesia-siaan. Sebab mimpi Israel Raya, yang digagas Theodor Herzl dan kemudian dikenang sebagai Bapak Negara Israel, tidak sempurna tanpa Al Quds. Dan. keberanian Trump-lah yang mengakhiri kesia-siaan itu 6 Desember 2017 lalu. Inilah yang mereka sebut sebagai Deal of The Century. Inilah pesta sejarah terbesar Kaum Yahudi, dimulai dari Deklarasi Balfour 2 November 1917, disempurnakan oleh Deklarasi Trump 6 Desember 2017.

Tragedi Kemanusiaan

Penelusuran sejarah itu menjelaskan alasan mengapa Inggris, Prancis, dan negara-negara Eropa lainnya kemudian mendukung ide pendirian Negara Israel. Itu cara Eropa membayar "utang budi" mereka kepada kaum Yahudi. Dukungan itu jadi kebijakan yang realistis setelah kemenangan Sekutu dalam Perang Dunia Pertama 1918. Namun menjadi kewajiban setelah peristiwa holocaust yang dialami kaum Yahudi di bawah Hitler, dan kemudian takluk oleh Sekutu dalam Perang Dunia Kedua 1945. 

Tapi, yang membayar utang budi Eropa kepada kaum Yahudi adalah Kaum Muslim Palestina. Kaum Yahudi yang menjadi korban pembantaian di Eropa sekonyong-konyong datang ke tanah Palestina untuk menjadi pelaku pembantaian baru atas kaum Muslim di sana. Itu adalah transfer tragedi kemanusiaan dari Eropa ke Palestina. Kini, satu abad sudah tragedi kemanusiaan itu berlangsung. Dimulai oleh Balfour disempurnakan oleh Trump.

Misi Konstitusi

Negara Israel berdiri 1948, persis 3 tahun setelah Indonesia merdeka pada 1945. Kita yang merasakan getirnya penderitaan akibat penjajahan lebih dari 3 abad pasti membawa rasa senasib sepenanggungan dengan kaum Muslim Palestina, dan semua bangsa lain yang sampai saat itu belum merdeka. Perasaan senasib sepenanggungan itulah yang mendorong para pendiri bangsa kita menjadikan kebebasan dan kemerdekaan seluruh bangsa dunia sebagai misi konstitusi Indonesia. Semangat itu pula yang melatari pendirian Konferensi Asia Afrika yang dipelopori salah satunya oleh Bung Karno. Sejak saat itu satu demi satu negara-negara Asia Afrika merebut kemerdekaannya. 

Yang tersisa kini tinggal Palestina. Ya. Tinggal Palestina. Dan, "selama kemerdekaan bangsa Palestina belum diserahkan kepada orang-orang Palestina, maka selama itulah Indonesia berdiri menentang penjajahan Israel," kata Bung Karno. Sebagai bangsa Indonesia, kata Bung Karno lagi dalam pidato HUT RI ke-21, "Kita harus bangga bahwa kita adalah satu bangsa yang konsekuen terus, bukan saja berjiwa kemerdekaan, bukan saja berjiwa anti-imperialisme, tetapi juga konsekuen terus berjuang menentang imperialism."

Rasanya semangat pembelaan kepada orang-orang tertindas adalah darah revolusi yang terus mengalir abadi dalam diri setiap manusia Indonesia. Inilah yang menggerakkan kita berdiri tegap, dan bergerak tanpa henti mengakhiri satu abad tragedi kemanusiaan di Palestina.

Anis Matta mantan Presiden PKS.

Rabu, 05 April 2017

Diskriminasi dalam Pasar Tenaga Kerja Lokal Akibat Masuknya Tenaga Kerja Asing di Provinsi Sumatera Selatan



Diskriminasi dalam Pasar Tenaga Kerja Lokal Akibat Masuknya Tenaga Kerja Asing di Provinsi Sumatera Selatan
Oleh: Supiyandi
Abstrak
Keseimbangan pasar tenaga kerja diasumsikan bahwa setiap pekerja mempunyai kemampuan, skil, pendidikan, minat atas pekerjaan, produktivitas, dan informasi tentang pasar, yang sama. Padahal setiap pekerja adalah unik dalam arti kata meskipun mempunyai tingkat pendidikan yang sama akan tetapi memiliki minat atas pekerjaan, kemampuan dan produktivitas, yang berbeda. Dalam praktik dilapangan sering terjadi diskriminasi dalam pasar tenaga kerja seperti dalam penggajian, akses terhadap pekerjaan, promosi, kondisi pekerja, dan upah, padahal mereka mempunyai kemampuan, pendidikan dan pengalamana yang sama dengan kelompok yang diperlakukan superior. Menurut data dari Dinas Ketenagakerjaan Provinsi Sumatera Selatan terdapat  968 orang TKA Legal yang 592 orangnya adalah dari Tiongkok. Selain itu terdapat 55 orang TKA illegal. Upah yang diterima TKA di beberpa perusahaan hampir lima kali lipat dibanding tenaga kerja lokal padahal produktivitas mereka sama. Telah terjadi diskriminasi dalam pasar tenaga kerja yang dilakukan perusahaan. Bertambahnya jumlah angkatan kerja yang berpartisipasi dalam pasar tenaga kerja tidak menutup kemungkinan akan terjadinya distorsi pasar tenaga kerja ditambah lagi masuknya tenaga kerja asing yang masuk ke pasar tenaga kerja lokal di Sumatera Selatan yang turut menambah persaingan. Distorsi bisa terjadiakibat  adanya diskriminasi yang terjadi dalam pasar tenaga kerja yang dapat menyebabkan terganggunya keseimbangan pasar tenaga kerja. Penelitian ini menggunakan metode deskriftif eksploratif dimana sumber data diperoleh melalui sumber data sekunder.

Kata Kunci: diskriminasi, tenaga kerja asing, pasar tenaga kerja

PENDAHULUAN
Berdasarkan data yang dirilis badan pusat statistik Republik Indonesia, jumlah angkatan kerja Indonesia pada tahun 2015 berjumlah 127 juta jiwa dan angka pengangguran mencapai angka 7,2 juta jiwa. Beralih dari data ketenaga kerjaan, angka kemiskinan di Indonesia masih sangat tinggi. Berdasarkan data BPS Republik Indonesia sebanyak 28,02 juta penduduk Indonesia masih berada dibawah garis kemiskinan. Hal ini diperparah lagi dengan berkembangnya isu masuknya tenaga kerja asing illegal yang masuk ke Indonesia. Bagaimana tidak, disaat Indonesia sedang menghadapi masalah penggangguran dan angka kemiskinan yang tinggi kini dihadapi dengan masyarakat Indonesia harus bersaing dengan tenaga kerja asing illegal yang masuk ke pasar tenaga kerja lokal di Indonesia. Selain itu berdasarakn berita yang beredar di media, banyak terjadi dikriminasi dalam pasar tenaga kerja baik itu karena suku, ras, dan agama. Parahnya lagi terjadi diskriminasi masalah upah di pasar tenaga kerja.
Jumlah angkatan kerja di Sumatera Selatan pada Februari 2016 mencapai 4.053.706 orang, bertambah sekitar 35.844 orang dibanding angkatan kerja Februari 2015 yang sebesar 4.017.862 orang atau bertambah 118.919 orang dibanding Agustus 2015 sebesar 3.934.787 orang. Jumlah penduduk yang bekerja di Provinsi Sumatera Selatan pada Februari 2016 mencapai 3.894.181 orang, bertambah sekitar 78.538 orang dibanding keadaan pada Februari 2015 yang sebesar 3.815.643 orang atau bertambah sekitar 198.315 orang dibanding keadaan Agustus 2015 yang sebesar 3.695.866 orang. Selain dari tenaga kerja lokal, ikut berpartisipasi juga tenaga kerja asing sebanyak 968 orang. Bertambahnya jumlah angkatan kerja yang berpartisipasi dalam pasar tenaga kerja tidak menutup kemungkinan akan terjadinya distorsi pasar tenaga kerja ditambah lagi masuknya tenaga kerja asing yang masuk ke pasar tenaga kerja lokal di Sumatera Selatan yang turut menambah persaingan. Distorsi bisa terjadiakibat  adanya diskriminasi yang terjadi dalam pasar tenaga kerja yang dapat menyebabkan terganggunya keseimbangan pasar tenaga kerja. Yang menjadi permasalahan adalah apakah terjadi diskriminasi dalam pasar tenaga kerja lokal setelah tenaga kerja asing masuk ke Sumatera Selatan?

TINJAUN PUSTAKA
Diskriminasi Dalam Pasar Tenaga Kerja
Keseimbangan pasar tenaga kerja diasumsikan bahwa setiap pekerja mempunyai kemampuan, skil, pendidikan, minat atas pekerjaan, produktivitas, dan informasi tentang pasar, yang sama. Padahal setiap pekerja adalah unik dalam arti kata meskipun mempunyai tingkat pendidikan yang sama akan tetapi memiliki minat atas pekerjaan, kemampuan dan produktivitas, yang berbeda. Atau ada pula pekerja memiliki produktivitas yang sama tetapi berbeda ras, agama, gender dan kelompok (mayoritas dan minoritas). Perlakuan yang diskriminatif terhadap pekerja yang muncul dari prasangka (prejudice), dan dari pelanggan (customer). Ini menunjukkan akar permasalahan diskriminasi bermacam-macam dn kompleks. Perlakuan diskriminatif juga disebabkan informasi yang diterima tidak sempurna sehingga menyebabkan produktivitas antar kelompok berbeda. Berbagai permasalahan diskriminatif diatas akan mempengaruhi keseimbangan pasar tenaga kerja.
Perdefinisi diskriminasi adalah ketika sekelompok pekerja diperlakukan secara inferior dalam hal penggajian, akses terhadap pekerjaan, promosi, kondisi pekerja, dan upah, padahal mereka mempunyai kemampuan, pendidikan, pengalaman pekerjaan yang sama dengan kelompok yang diperlakukan secara superior (Tarmizi:2013:141). Menurut Nurlina Tarmizi ada empat tipe diskriminasi pada pasar tenaga kerja, yaitu (1) diskriminasi upah (wage discrimination), diskriminasi upah terjadi ketika perbedaan upah didasarkan atas pertimbangan lain dari pada produktivitas. (2) Diskriminasi pekerja (employment discrimination) terjadi ketika tugas kepada kelompok minoritas (wanita) tidak sepadan dengan tugas kelompok mayoritas.  (3) diskriminasi dalam pekerjaan dan job (occupational or job discrimination) dimana satu kelompok dibatasi atau dihalangi untuk masuk pekerjaan tertentu, padahal mereka cukup capable seperti kelompok lainnya. (4) Diskriminasi dalam mutu modal manusia (human capital discrimination) terjadi karena kelompok tertentu kurang meperoleh akses untuk meningkatkan produktivitasnya seperti pendidikan formal atau on the job training. Tiga tipe diskriminasi pertama seringkali dinyatakan sebagai postmarket discrimination (disebut current atau direct discrimination). Diskriminasi ini terjadi terjadi setelah mereka sudah masuk ke pasasr tenaga kerja. Jika ini terjadi akan menyebabkan rate of return dari investasi pendidikan dan pelatihan, rendah. Tipe keempat, disebut sebagai premarket discrimination (past atau indirect discrimination) terjadi sebelum mereka mencari pekerjaan. Karena itu, sebelum masuk pasar tenaga kerja perlu persiapan yang memadai untuk masuk ke banyak jenis pekerjaan ddengan demikian diharapkan tidak terjadi postmarket discrimination.
Ada beberapa teori diskriminasi, yaitu the taste for discrimination model. Model ini disebabkan adanya personal prejudice (prasangka individu) terhadap kelompok lain yang muncul dari pengusaha (prejudice by employers), atau dari pekerja (prejudice by workers) dana tau dari pelanggan (prejudice by customers). Kedua, the monopsony model atau market power model, yang bersumber dari peeusahaan dan bersumber dari serikat pekerja. Model diskriminasi ini akan membayar satu kelompok dengan upah yang lebih tinggi dari kelompok lainnya. Ketiga, statistical discrimination dan the crowding model adalah diskkriminasi yang disebabkan informasi yang tidak akurat dan ini akan berakibat terjadinya unequal productivity. Dalam model statistic discrimination, pengusaha seringkli keliru menilai individu berdasarkan karaktristik rata-rata kelompok padahal karakteristik individu adalah lebih baik. sedangkan pada the crowding model memperlihatkan bahwa wanita dan kelompok minoritas berkumpul (crowded) pada pekerjaan dengan upah rendah bukan pada pekerjaan dengan pembayaran upah tinggi.

Prasangka Individu (Personal Prejudice)
a    a)      Diskriminasi pengusaha
Pengusaha melakukan diskriminasi terhadap kelompok minoritas tetapi tidak kepada pelanggan dan pekerja dari kelompok mereka. Pengusaha dengan taste for discrimination melakukan diskriminasi dalam hal pengupahan, membayar satu kelompok dengan upah tinggi sementara kelompok minoritas dengan upah rendah padahal mempunyai kemampuan yang sama. Hal ini akan berakibat produktivitas dari kelompok minoritas pada periode selanjutnya akan menjadi lebih rendah dari sebelumnya.
Diasumsikan, kelompok mayoritas dan minoritas sama-sama produktif, kelompok yang satu merupakan perfect substitute kelompok lainnya dan karena itu pengusaha tidak dapat melakukan diskriminasi antar kedua kelompok tersebut. Tetapi bila pengusaha berprasangka buruk terhadap kelompok minoritas maka akan menyebabkan situasi berubah secara signifikan. Prasangka dari pengusaha akan menimbulakan biaya psikis Psychic cost). Biaya psikis disebut sebagai discrimination coefficient d, yang dapat dinilai dengan uang (monetary terms).
b    b)     Diskriminasi pekerja
Employment discrimination bersumber dari prasangka pekerja kelompok mayoritas. Ada motif kuat yang menyebabkan kelompok mayoritas berburuk sangka terhadap kelompok minoritas, yaitu berawal dari ketidaksukaan pengusaha bila ada kontak antara kelompok mayoritas dengan kelompok minoritas. Keadaan ini akan menyebabkan hubungan antar kelompok menjadi kurang dan bahkan jarang terjadi. Prasangka antar kelompok pekerja dipicu perbedaan ras, jenis kelamin, atau etnis dan inni akan menimbulakan kompetisi dan terputusnya kontak satu sama lain.
c    c)      Diskriminasi pelanggan
Salah satu sumber diskriminasi adalah prasangka pelanggan (customer discrimination), yang menyebabkan akan terjadi perbedaan upah antara kelompok mayoritas dan minoritas. Jika pekerja kelompok minoritas dipekerjakan pada pekerjaan yang memerlukan hubungan dengan pelanggan kelompok mayoritas, mereka harus mau bekerja pada upah yang lebih rendah dari pekerjakelompok mayoritas. Alasannya, nilai mereka untuk perusahaan adalah rendah, perusahaan memperoleh keuntungan sebab perusahaan memperoleh harga yang lebih rendah untuk menghasilkan barang yang sama dibandigkan jika dihasilkan oleh pekerja kelompok mayoritas. Perbedaan harga ini merupakan kompensasi ketidaksukaan pelanggan.

Kekuatan Pasar
a    a)      Monopsonistic Discrimination
Pada awalnya monopsonistic discrimination terjadi karena adanya perbedaan upah berdasarkan jenis kelamin yang dilakukan perusahaan. Monopsony membayar upah dibawah upah persaingan sempurna dan membedakan upah antar pekerja, sebagaian besar pekerja dibayar dengan upah rendah, dan dengan cara ini perusahaan akan dapat meningkatkan laba. Untuk dapat terjadi monopsonistic discrimination, dua kondisi harus dipenuhi. Pertama, penawaran tenaga kerja dari kedua kelompok harus dipisahkan, misalnya dipisahkan menurut ras atau menurut jenis kelamin. Kedua, elastisitas penawaran tenaga kerja antara dua kelompok harus berbeda.
b    b)     Diskriminasi oleh Serikat Pekerja
Serikat kerja juga dapat merupakan sumber utama diskriminasin (discrimination by unions). Contoh: serikat kerja yang rasial (union’s racial). Contoh lainnya kebijakan gender, yang seringkali menentukan struktur organisasi, dimana wanita diposisikan pada level rendah.
Serikat kerja dalam industry sangat progresif pada isu-isu yang berhubungan dengan pekerja, namun disisi lain, lemah dalam hal mengawasi dan mempengaruhi pembayaran upah yang berbeda diantara kelompok. Jika serikat kerja efektiif, mereka dapat menerapkan kebijakan non diskriminatif bagi setiap kelompok untuk dapat menjamin kekuatan bargaining position. Diskriminasi dibentuk lewat system senioritas dan sistem ini dapat memblokir kemajuan dari kelompok minoritas.

METODOLOGI PENELITIAN
Dengan rumusan masalah yang telah tersusun, penulis menggunakan pendekatan penelitian secara kualitatif untuk mendapatkan jenis data yang bersifat deskriptif. Lalu, penulis berusaha melakukan eksplorasi data guna menjawab apakah ada diskriminasi dalam pasar tenaga kerja di Sumatera Selatan.
Jenis data yang digunakan oleh penulis dalam karya tulis ini adalah jenis data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari orang kedua yaitu melalui buku, jurnal, tesis, majalah, artikel yang berkaitan dengan karya tulis ini.
Dalam membuat karya tulis ini, penulis mengumpulkan data-data melalui studi pustaka. Studi pustaka yaitu dengan membaca literatur-literatur yang berkaitan serta menunjang penulisan karya tulis ini, baik berupa pustaka cetak maupun data-data dari internet, sehingga dari sinilah sumber informasi data sekunder diperoleh oleh penulis.  
Penulis dalam menganalisa data-data yang diperoleh melalui tiga tahap yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan (Miles dan Huberman 2007).

PEMBAHASAN
Keadaan TKA di Provinsi Sumatera Selatan
Menurut data dari Dinas Ketenagakerjaan Provinsi Sumatera Selatan terdapat  968 orang TKA Legal yang 592 orangnya adalah dari Tiongkok. Menurut undangan-undang nomor 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, pasal 42 ayat 1 “setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki izin tertulis dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk”. Berdasarkan pasal 39 ayat 1 Undang-Undang nomor 13 tahun 2013 “Pemerintah bertanggung jawab mengupayakan perluasan kesempatan kerja baik di dalam maupun di luar hubungan kerja”. Dalam pelaksanaannya setiap perekrutan satu orang tenaga kerja asing maka harus merekrut 10 orang tenaga kerja lokal. Hal ini sesuai dengan prinsip pro job dalam perekonomian. Berdasarkan data dari Dinas Ketenagakerjaan Provinsi Sumatera Selatan yang dipaparkan pada seminar Sriwijaya Public Discussion (SPD) di Universitas Sriwijaya pada tanggal 24 Februari 2017 terdapat 55 orang tenaga kerja asing illegal di Sumatera Selatan, 44 orang TKA illegal di Kabupaten Muara Enim dan 11 orang TKA illegal di kota Palembang.
Dalam Mutual Recognition Arrangement (MRA) disepakati bahwa tenaga kerja asing (TKA) yang bebas bekerja di negara-negara ASEAN hanya lah mencakup delapan sektor, yaitu akuntansi, teknik, survei, arsitektur, keperawatan, kesehatan, perawatan gigi, dan pariwisata.
Diskriminasi Dalam Pasar Tenaga Kerja
Diskriminasi dalam pasar tenaga kerja adalah ketika sekelompok pekerja diperlakukan secara inferior dalam hal penggajian, akses terhadap pekerjaan, promosi, kondisi pekerja, dan upah, padahal mereka mempunyai kemampuan, pendidikan, pengalaman pekerjaan yang sama dengan kelompok yang diperlakukan secara superior (Tarmizi:2013:141). Menurut Nurlina Tarmizi ada empat tipe diskriminasi pada pasar tenaga kerja, yaitu (1) diskriminasi upah (wage discrimination), diskriminasi upah terjadi ketika perbedaan upah didasarkan atas pertimbangan lain dari pada produktivitas. (2) Diskriminasi pekerja (employment discrimination) terjadi ketika tugas kepada kelompok minoritas (wanita) tidak sepadan dengan tugas kelompok mayoritas.  (3) diskriminasi dalam pekerjaan dan job (occupational or job discrimination) dimana satu kelompok dibatasi atau dihalangi untuk masuk pekerjaan tertentu, padahal mereka cukup capable seperti kelompok lainnya. (4) Diskriminasi dalam mutu modal manusia (human capital discrimination) terjadi karena kelompok tertentu kurang meperoleh akses untuk meningkatkan produktivitasnya seperti pendidikan formal atau on the job training. Tiga tipe diskriminasi pertama seringkali dinyatakan sebagai postmarket discrimination (disebut current atau direct discrimination). Diskriminasi ini terjadi terjadi setelah mereka sudah masuk ke pasasr tenaga kerja. Jika ini terjadi akan menyebabkan rate of return dari investasi pendidikan dan pelatihan, rendah. Tipe keempat, disebut sebagai premarket discrimination (past atau indirect discrimination) terjadi sebelum mereka mencari pekerjaan. Karena itu, sebelum masuk pasar tenaga kerja perlu persiapan yang memadai untuk masuk ke banyak jenis pekerjaan dengan demikian diharapkan tidak terjadi postmarket discrimination.
Dinasa Ketenagakerjaan menyampaikan pada Sriwijaya Public Discussion di Universitas Sriwijaya pada 24 Februari 2017 bahwa rata-rata gaji yang diterima oleh TKA adalah Rp8 juta per bulan sedangkan tenaga kerja lokal hanya UMR. Data ini juga dikung dari berita yang dipublikasikan oleh media elektronik Sumatera Exspres bahwa tenaga kerja lokal di kabupaten OKI mengeluh soal gaji yang diberikan kepada tenaga kerja asing lebih besar yaitu Rp550.000,- per hari dan tenaga kerja lokal hanya Rp180.000,- per hari padahal produktivitas kerjanya sama saja. Selain masalah gaji diatas perusahaan juga menyalahi regulasi yang telah ditetapkan oleh Kementrian Ketenagakerjaan, yaitu berdasarkan Mutual Recognition Arrangement (MRA) disepakati bahwa tenaga kerja asing (TKA) yang bebas bekerja di negara-negara ASEAN hanyalah mencakup delapan sektor, yaitu akuntansi, teknik, survei, arsitektur, keperawatan, kesehatan, perawatan gigi, dan pariwisata. Namun yang terjadi adalah para TKA bahkan bekerja sebagai buru kasar di perusahan-perusahan lokal di Sumatera Selatan.
Dari beberapa data diatas dapat dikatakan telah terjadi diskriminasi terhadap tenaga kerja. Yang paling terlihat adalah diskirminasi upah yang dilakukan oleh pengusaha. Ini tidak baik karena bisa menyebabkan ketidakseimbangan pasar tenaga kerja. Para pekerja lokal tentu merasa dirugikan atas tindakan perusahaan yang mengistimewakan TKA dibandingkan tenga kerja lokal padahal produktivitas dan kinerja mereka dilapangan sama. Perusaahaan (pengusaaha) telah melakukan tindakan diskriminasi dalam bentuk prasangka pribadi (personal prejudice). Pengusaha dengan taste for discrimination melakukan diskriminasi dalam hal pengupahan, membayar satu kelompok dengan upah tinggi sementara kelompok minoritas dengan upah rendah padahal mempunyai kemampuan yang sama. Hal ini akan berakibat produktivitas dari kelompok minoritas pada periode selanjutnya akan menjadi lebih rendah dari sebelumnya.
Diasumsikan, kelompok mayoritas dan minoritas sama-sama produktif, kelompok yang satu merupakan perfect substitute kelompok lainnya dan karena itu pengusaha tidak dapat melakukan diskriminasi antar kedua kelompok tersebut. Tetapi bila pengusaha berprasangka buruk terhadap kelompok minoritas maka akan menyebabkan situasi berubah secara signifikan. Prasangka dari pengusaha akan menimbulakan biaya psikis Psychic cost). Biaya psikis disebut sebagai discrimination coefficient d, yang dapat dinilai dengan uang (monetary terms).

KESIMPULAN
Diskriminasi dalam pasar tenaga kerja adalah ketika sekelompok pekerja diperlakukan secara inferior dalam hal penggajian, akses terhadap pekerjaan, promosi, kondisi pekerja, dan upah, padahal mereka mempunyai kemampuan, pendidikan, pengalaman pekerjaan yang sama dengan kelompok yang diperlakukan secara superior. Telah terjadi diskriminasi pasar tenaga  kerja di beberapa perusahaan di Sumaterea Sselatan berupa diskriminasi upah atas prasangka pribadi pengusaha (personal prejudice).
Rekomendasi:
1   1.      Harus ada regulasi gaji yang kompetitif antara TKA dan TK lokal yang bekerja baik di Sumatera   Selatan khusunya maupun di Indonesia pada umumnya.
2  2.      Harus ada koordinasi antara dinas ketenagakerjaan dengan SPSI agar buruh juga berperan mengendalikan diskriminasi tenaga kerja.
3  3.      Pemerintah membentuk tim pengawas perusahaan untuk memantau apakah ada diskriminasi terhadap tenaga kerja atau tidak dan juga untuk memantau terhadap ancaman kedulatan negara dari tenaga kerja asing.
4   4.      Perusahaan dan pemerinntah kususnya dinas ketenagakerjaan harus transparan dalam melaporkan data terkait ketenagakerjaan.
5  5.      Harus ada sanksi tegas kepada perusahaan yang terbukti mempekerjakan TKA illegal sesuai dengan pasal 185 undang-undang nomor 13 tahun 2003.

REFERENSI
BPS Provinsi Sumatera Selatan. 2016. Berita Resmi Statistik No. 29 /05/16/Th. XVIII, 04 Mei 2016 Keadaan Ketenagakerjaan Prov Sumsel Februari 2016. Palembang: BPS Sumsel
Borjas, George J. 2013. Labor Economic Six Edition. New York, USA: McGraw Hill Irvin
Miles, Mattew B dan A Michael Huberman. 2007. Analisis Data Kualitatif, Buku Sumber Tentang Metode-metode Baru. Jakarta: Universitas Indonesia Press
Sumaeatera Ekspres. 2017. Tuntut PHK TKA Ilegal dan Buruh Kasar (http://sumeks.co.id/index.php/sumeks/update-terkini/26865-tuntut-phk-tka-ilegal-dan-buruh-kasar diakses pada 11 Maret 2017)
Sumatera Ekspres. 2017. Buruh TKA di Bayar Mahal.  (http://www.sumeks.co.id/index.php/sumeks/update-terkini/28338-buruh-tka-dibayar-mahal diakses pada 11 Februari 2017)
Tarmizi Nurlina. 2013. Ekonomi Ketenagakerjaan. Palembang: Unsri Press
Undang –undang Republik Indonesia nomor 13 tahun 20013