Selasa, 03 November 2015

Kisah Sahabat Nabi: Amr bin Jamuh




Menggapai Surga Dengan Kaki Pincang







Amr bin Jamuh adalah salah seorang pemimpin Yatsrib pada masa jahiliyah. Dia ipar Abdull bin Amr bin Haram, juga kepala suku Bani Salamah yang dihormati yang dihormati karena pemurah dan memiliki peri kemanusiaan yang tinggi serta gemar menolong orang-orang yang membutuhkan. Telah menjadi kebiasaan para bangsawan jahiliyah untuk menempatkan patung di rumah mereka masing-masing. Dengan demikian, mereka bisa mengambil berkah dan dan memuja patung tersebut setiap saat. Selain itu, untuk memudahkan mereka meletakkan sesajen sembari mengadukan keluhan-keluhan mereka pada waktu yang diperlukan.
Patung di rumah Amr bin Jamuh bernama “Manat”. Patung itu terbuat dari kayu, indah dan mahal harganya. Untuk perawatannya, Amr bin Jamuh terkadang harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Hampir setiap hari patung itu dibersihkan dan diminyaki dengan wangi-wangian khusus dan mahal.
Tatkala cahaya Islam mulai bersinar di Yatsrib dari rumah ke rumah, usia Amr bin Jamuh sudah lewat 60 tahun. Tiga orang putranya: Mu’awadz, Mu’adz dan Khalad, serta seorang kawan sebaya mereka, Mu’adz bin Jabal, telah masuk Islam di tangan Mush‘ab bin Umair, sang duta Islam. Bersamaan dengan ketiga putranya, masuk Islam pula ibu mereka Hindun, istri Amr bin Jamuh. Amr tidak mengetahui kalau mereka telah masuk Islam.
Saat itu, para bangsawan dan pemuka suku di Yatsrib (Madinah) telah banyak yang masuk Islam. Hindun yang sangat mencintai dan menghormati suaminya khawatir kalau suaminya mati dalam keadaan kafir lalu masuk neraka. Sebaliknya Amr sangat mencemaskan keluarganya yang akan meninggalkan agama nenek moyang mereka. Dia takut putra-putranya terpengaruh oleh dakwah yang disebarkan oleh Mush’ab bin Umair. Karena dalam tempo singkat Mush’ab berhasil merubah agama orang banyak dan menjadikan mereka Muslim.
Oleh sebab itu, Amr selalu berkata kepada istrinya, “Hai Hindun, hati-hatilah menjaga anak-anak, agar mereka jangan sampai bertemu dengan orang itu (Mush ‘ab bin ‘Umair)!”

“Ya," jawab istrinya. "Tapi apakah kau pernah mendengar putra kita bercerita mengenai pemuda itu?”
“Celaka! Apakah Mu’adz telah masuk agama orang itu?" tanya Amr gusar.

“Tidak, bukan begitu! Tetapi Mu’adz pernah hadir dalam majelis orang itu, dia ingat kata-katanya,” jawab istrinya menenteramkan hati Amr.
"Panggillah dia kemari!” perintah suaminya.
Ketika Mu’adz hadir di hadapan ayahnya, Amr berkata, “Coba baca kata-kata yang pernah diucapkan orang itu. Bapak ingin mendengarkannya."
Mu’adz membacakan surat Al-Fatihah kepada bapaknya.
“Alangkah bagus dan indahnya kalimat itu. Apakah setiap ucapannya seperti itu?” tanya Amr.

“Bahkan lebih bagus dari itu. Bersediakah ayah baiat dengannya? Rakyat ayah telah banyak yang baiat dengan dia,” kata Mu’adz.
Orang tua itu diam sebentar. Kemudian dia berkata, “Aku tidak akan melakukannya sebelum musyawarah lebih dahulu dengan Manat. Aku menunggu apa yang dikatakan Manat.”

“Bagaimana Manat bisa menjawab? Bukankah itu benda mati, tidak bisa berpikir dan tidak bisa berbicara?” kata Mu’adz.
“Kukatakan padamu, aku tidak akan mengambil keputusan tanpa dia!” tegas Amr.
Putra-putranya mengetahui benar kapan ayah mereka menyembah berhala itu. Mereka juga tahu kalau hati ayah mereka mulai goyah. Oleh sebab itu, mereka mencari jalan bagaimana cara menghilangkan patung tersebut dari hati Amr bin Jamuh. Salah satu jalannya adalah menyingkirkan berhala tersebut dari rumah mereka dan membuangnya jauh-jauh.
Pada suatu malam, putra-putra Amr dan bersama Mu’adz bin Jabal menyusup ke dalam rumah lalu mengambil berhala tersebut dan membuangnya ke dalam lubang kotoran manusia. Tidak seorang pun yang mengetahui dan melihat perbuatan mereka itu.
Pagi harinya, Amr tidak melihat Manat di tempatnya. Ia bergegas mencari berhala tersebut dan akhirnya menemukan di tempat pembuangan kotoran. Bukan main marahnya Amr bin Jamuh melihat kondisi sesembahannya itu. Setelah membersihkan sang berhala dan memberinya wewangian, ia kembali meletakkannya di tempat semula.
Malam berikutnya, Muadz bin Jabal dan putra-putra Amr memperlakukan berhala itu seperti sebelumnya. Demikian juga pada malam-malam berikutnya. Akhirnya, habislah kesabaran Amr. Diambilnya pedang, kemudian digantungkannya di leher Manat, seraya berkata, " Hai Manat, jika kamu memang hebat, tentu bisa menjaga dirimu dari aniaya orang lain!"
Keesokan harinya, Amr bin Jamuh tidak menemukan berhalanya kembali. Ketika ia cari, benda tersebut ditemukannya di tempat pembuangan hajat, terikat bersama bangkai seekor anjing. Di saat ia keheranan, marah dan kecewa, muncullah beberapa pemuka Madinah yang telah masuk Islam. Sambil menunjuk berhala yang terikat dengan bangkai anjing itu, mereka berusaha mengetuk hati Amr bin Jamuh agar menggapai hidayah Allah.
Akhirnya ia sadar, bahwa Manat tak dapat berbuat apa-apa. Manat ternyata tak mempunyai sifat ketuhanan sedikit pun. Selama ini, ia berpikir bahwa kekayaan yang ia miliki itu datang dari Manat. Sekarang ia sadar, bahwa Manat bukanlah Tuhan yang dapat memberinya rezeki dan petunjuk.
Ia kemudian membersihkan badan dan pakaiannya, memakai wewangian, lalu bergegas menemui Nabi Muhammad SAW untuk menyatakan keislamannya. Amr bin Jamuh merasakan bagaimana manisnya iman. Dia sangat menyesali dosa-dosanya selama dalam kemusyrikan. Maka setelah masuk Islam, ia mengarahkan seluruh hidupnya, hartanya, dan anak-anaknya dalam menaati perintah Allah dan Rasul-Nya.
Tatkala terjadi Perang Badar, Amr bin Jamuh bersiap-siap hendak turut bergabung, namun sayang Rasulullah tak mengizinkannya turut serta—melihat kondisinya yang renta dan pincang. Beliau memberikan keringanan padanya untuk tidak ikut berperang.
Namun ketika terjadi Perang Uhud, ia pun bersiap-siap hendak turut berjihad. Namun putra-putranya melarang. Ia pun nekat menemui Rasulullah dan berkata, "Wahai Rasulullah, putra-putraku melarangku berbuat kebajikan. Mereka keberatan jika aku ikut berperang karena sudah tua dan pincang. Demi Allah, dengan pincangku ini, aku bertekad meraih surga."
Rasulullah pun akhirnya mengizinkan Amr bin Jamuh turut serta dalam Perang Uhud. Dengan suara mengiba ia memohon kepada Allah SWT, "Ya Allah, berilah aku kesempatan untuk memperoleh syahid. Jangan kembalikan aku kepada keluargaku."
Tatkala perang berkecamuk, kaum Muslimin berpencar. Amr bin Jamuh berada di barisan paling depan. Dia melompat dan berjingkat seraya mengelebatkan pedangnya ke arah musuh-musuh Allah, sambil berteriak, "Aku ingin surga, aku ingin surga!"
Apa yang didambakan Amr akhirnya terwujud jua. Ia gugur sebagai syahid bersama beberapa sahabat lainnya. Tatkala perang berakhir, Rasulullah SAW memerintahkan untuk memakamkan jasad Abdullah bin Amr bin Haram dan Amr bin Jamuh dalam satu liang lahat. Semasa hidup, mereka berdua adalah sahabat setia yang saling menyayangi. Dalam riwayat lain disebutkan, Amr bin Jamuh dimakamkan satu liang dengan putranya, Khalad bin Amr.
Setelah 46 tahun berlalu, tanah pemakaman itu dilanda banjir. Kaum Muslimin terpaksa memindahkan jasad para syuhada. Kala itu, Jabir bin Abdullah bin Haram—putra Abdullah bin Amr bin Haram—masih hidup. Bersama keluarganya, ia memindahkan jasad ayahnya, Abdullah bin Haram dan Amr bin Jamuh. Mereka mendapatkan kedua jasad syuhada itu tetap utuh. Tak sedikit pun dari tubuh mereka yang dimakan tanah. Bahkan keduanya seperti tertidur nyenyak dengan bibir menyunggingkan senyum.

Minggu, 01 November 2015

Al-Qur'an Dasar Fundamendal Pendidikan Karakter Indonesia






AL-QUR’AN DASAR FUNDAMENTAL PENDIDIKAN KARAKTER INDONESIA


Oleh:
SUPIYANDI
01021181520171








AL-QUR’AN DASAR FUNDAMENTAL PENDIDIKAN KARAKTER INDONESIA

Dalam suatu aktivitas yang berkesinambungan sebagai tranformasi ilmu pengetahuan, sebagai pewarisan budaya, dan sebagai agen perubahan sosial, pendidikan memerlukan suatu landasan islam. Pendidikan islam baik sebagai konsep maupun sebagai aktivitas yang bergerak dalam rangka pembinaan kepribadian yang utuh, memerlukan suatu dasar yang kokoh yaitu al-quran.
Dasar adalah suatu landasan untuk berdirinya sesuatu. Fungsi dasar ialah memberikan arah pada tujuan yang akan dicapai dan sekaligus sebagai landasan untuk berdirinya sesuatu. Sistem pendidikan suatu bangsa itu berbeda karena mereka mempunyai falsafah hidup yang berbeda, oleh karena menyangkut permasalahan falsafah maka dalam pola dasar pendidikan itu mengandung pandangan islam. Islam memandang bahwa setiap fenomena alam adalah adalah hasil ciptaan Allah dan tunduk pada hukum-hukum mekanismenya sebagai sunatullah, oleh karena itu manusia harus dididik agar mampu menghayati dan mengamalkan nilai-nilai dalam hukum Allah.
Islam melalui kitab al-quran memandang manusia sebagai mahluk yang paling mulia karna memiliki harkat dan martabat yang terbentuk dari kemampuan kejiwaan. Akal budinya menjadi tenaga penggerak yang membedakan dari mahluk lainya. Manusia menurut pandangan islam diletakan pada posisi khalifah dimuka bumi ini. Sebagai khalifah manusia diberi kelengkapan hidup rohaniah dan jasmaniyah yang memungkinkan dirinya melaksanakan tugas kekhalifahannya.
Dalam rangka membina falsafah pendidikan yang didasari nilai al-quran diperlukan berbagai ilmu pengetahuan dan pengalaman seluas pandangan islam. Bukanlah falsafah islam yang murni bilamana ia mengandung pandangan memikirkan yang terlepas dari sumber pandangan islam secara menyeluruh dan mendasar, suatu falsafah islam yang hanya melancarkan masalah yang menyangkut bagaimana pendidikan berlangsung dan dilangsungkan baik di dalam negara yang berdasarkan islam maupun dimana islam diajarkan atau dididik didalam lembaga-lembaga pendidikan.
Falsafah berusaha mengkaji pangkal segala hal sampai keujungnya juga mengkaji hubungan dan kaitan manusia dengan manusia, lalu antara manusia dengan alam jagad, antara manusia dan pencipta jagad. Sedangkan\ falsafah Allah melalui al-qurannya meliputi semuanya. Sebagai sumber pedoman bagi umat islam, al-qur’an mengandung dan membawakan nilai-nilai yang membudayakan manusia, hampir 2/3 ayat-ayat Al-qur’an mengandung motivasi kependidikan bagi umat manusia.
Pendidikan islam sangat memperhatikan penataan individual dan sosial yang membawa penganutnya pada pemelukan dan pengaplikasian islam secara komprehensif, agar penganutnya mampu memikul amanat yang dikehendaki Allah. Pendidikan yang islami harus kita maknai secara rinci. Karena itu, keberasaan referensi atau sumber pendidikan islam merupakan sumber utama islam itu sendiri yaitu al-qur’an dan al-hadits atau as-sunnah.
Suatu umat yang dianugrahkan Tuhan suatu kitab suci al-qur’an yang lengkap dengan segala petunjuk yang meliputi seluruh aspek kehidupan dan bersifat universal, dasar-dasar pendidikan mereka adalah bersumber kepada filsafat hidup yang berdasarkan kepada al-qur’an. Al-qur’an diakui oleh orang-orang islam sebagai firman Allah dan karenanya ia merupakan dasar bagi hukum mereka, al-qur’an merupakan himpunan wahyu Tuhan yang samapi kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantara malaikat jibril, al-qur’an tidak diwahyukan secara keseluruhan tetapi turun secara sebagian-sebagaian sesuai dengan timbulnya kebutuhan dalam masa kira-kira 23 tahun. Diturunkannya al-qur’an secara berangsur-angsur bertujuan untuk memecahkan setiap problema yang timbul dalam masyarakat. Dan juga menunjukkan suatu kenyataan bahwa pewahyuan total pada suatu waktu adalah mustahil, karena al-qur’an turunnya petunjuk bagi kaum muslimin dari waktu kewaktu yang selaras dan sejalan dengan kebutuhan yang terjadi. Al-qur’an sepenuhnya berorentasi untuk kepentingan manusia, dialah mata air yang kepadanya berpokok segala mata air yang diminum tuk menetapkan hukum al-qur’an dan menerangkan segala keperluan manusia, al-qur’an sebagai tempat pengambilannya menjadi sandaran segala dasar cabang yang menjelaskan tentang pranata susila yang benar bagi kehidupan manusia. Al-qur’an berisi aturan yang sangat lengkap dan tidak pula punya celah, mempunyai nilai universal dan tidak terikat oleh ruang dan waktu.
Al-qur’an merupakan kitab pendidikan dan pengajaran secara umum, juga merupakan kitab pendidikan secara khusus pendidikan sosial, moral dan spiritual. Tidak diragukan bahwa keberadaan al-qur’an telah mempengaruhi sistem pendekatan rosul dan para sahabat, lebih-lebih ketika Aisyah ra menegaskan bahwa akhlak beliau adalah al-qur’an. Dalam Q.S Al-Furqan ayat 25 menyatakan
Berkatalah orang-orang kafir mengapa al-qur’an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja? Demikianlah supaya kami perkuat hatimu dengannya dan kami membacakannya secara tartil.”
Dari ayat diatas kita dapat mengambil dua isyarat yang berhubungan dengan pendidikan yaitu pengokohan hati dan pemantapan keimanan serta sikap tartil dalam membaca al-qur’an.
Kelebihan al-qur’an diantaranya terletak pada metode yang menakjubkan dan unik sehingga konsep pendidikan yang terkandung di dalam al-qur’an mampu menciptakan individu yang beriman dan senantiasa mengesakan Allah, serta mengimani hari akhir. Al-qur’an yang terpenting adalah mendidikan manusia melalui metode yang bernalar serta sarat dengan kegiatan meneliti, membaca, mempelajari, melayani, dan observasi ilmiah terhadap manusia sejak manusia masih dalam bentuk segumpal darah dalam rahim ibu. Firman Allah dalam Q.S Al-Alaq ayat 1-5 menyatakan “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhan Mu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia segumpal darah. Bacalah dan tuhanmulah yang  maha pemurah, yang mengajar manusia dengan perantara kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”
Dalam surat Asy-Syam, dengan berulang-ulang Allah SWT mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang dapat dididik, disucikan dan di tinggikan. Al-qur’an ialah firman Allah berupa wahyu yang disampaikan oleh jibril kepada Nabi Muhammad SAW, didalamnya terkandung ajaran pokok yang dapat di kembangkan untuk keperluan seluruh aspek kehidupan melalui ijtihad. Ajaran yang terkandung dalam al-qur’an itu terdiri dari 2 prinsip besar yaitu yang berhubungan dengan masalah keimanan yang disebut Aqidah. Dalam al-qur’an terdapat banyak ajaran yang berisi prinsip-prinsip berkenaan dengan kegiatan atau usaha pendidikan, karena termasuk ke dalam usaha atau tindakan untuk membentuk manusia termasuk ke dalam ruang lingkup mua’malah. Pendidikan sangat penting karena ia takut menentukan corak dan bentuk amal dan kehidupan manusia, oleh karena itu pendidikan islam harus menggunakan al-qur’an sebagai sumber utama dalam merumuskan berbagai teori tentang pendidikan islam, dengan kata lain pendidikan islam harus berlandaskan ayat-ayat al-qur’an  yang penafsiran-Nya dapat dilakukan berdasarkan ijtihad di sesuaikan dengan perubahan dan pembaharuan.
Al-qur’an dianggap sebagai sumber syari’at islam, terutama dan terpenting dan sumber-sumber yang mungkin untuk menjadi dasar falsafah pendidikan sesungguhnya mereka (kaum muslimin) tidak membaca al-qur’an kecuali pada tingkat pengajaran rendah itupun tanpa memahami maknanya dan menguasai dengan sempurna segala kandungannya, padahal sebenarnya al-qur’an itu perbendaharaan maha besar meliputi perbendaharaan-perbendaharaan kebudayaan manusia. Terutama segi sepiritualnya, al-qur’an merupakan kitab pendidikan dan pengajaran secara umum, dan juga kitab pendidikan sosial.
Al-qur’an sebagai sumber pemikiran islam sangat banyak memberikan inspirasi edukatif yang perlu dikembangkan secara filosofis maupun ilmiah. Pengembangan demikian diperlukan sebagai kerangka dasar dalam membangun sistem pendidikan di Indonesia, yang salah satunya dengan cara mengintrodusir konsep-konsep al-qur’an tentang kependidikan. Lebih lanjut al-qur’an memiliki pandangan yang spesifik tentang pendidikan.
Pendidikan dalam islam merupakan proses perubahan sikap dan tatalaku orang dalam usaha mendewasakan manusia supaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan islam adalah usaha maksimal untuk menentukan kepribadian anak didik berdasarkan ketentuan-ketentuan yang telah di gariskan dalam al-qur’an dan as-sunnah atau al-hadits.
 
Sumber:dikutip dari berbagai sumber.